Kamis, 09 Januari 2014

"International" Kids

Pada suatu hari, aku kebetulan bertemu dengan seorang teman yang dulunya adalah dosen dan kemudian memutuskan untuk jadi ibu rumah tangga. Dia sedang jalan-jalan dengan anak satu2nya yang umurnya kala itu 4 thn. Dengan antusias aku mengajak ngobrol si anak:

Me: Halo, nama kamu siapa??saya Lina…

Anak: …. *terdiam dengan mata yang bingung

Ibunya: Darren, aunty’s asking your name.

Anak: Darren.

Me: Darren sekarang umur berapa?? Sudah sekolah ya?

Anak: … *terdiam dengan ekspresi yang sama

Ibunya: Darren, tell aunty how old are you now.

Anak: four years old.

Lalu dengan susah payah aku melanjutkan percakapan dan akhirnya karena waktu terbatas, kami pun berpisah.

Dua bulan berikutnya, aku bertemu dengan kerabat dan kebetulan dia pun membawa anaknya dengan umur yang kurang lebih sama dengan si Darren. Seperti sebelumnya, aku pun mencoba membuka pembicaraan dengan si anak (cewek) dan kali ini, si anak tidak hanya diam tapi pergi begitu saja ketika diajak ngobrol. Dalam obrolan dengan ibu si anak, si ibu dengan bangganya menceritakan kalau si anak disekolahkan di sekolah internasional yang berbahasa Inggris, sehingga kurang bisa berbahasa Indonesia dengan baik, dan kurang minat diajak bicara bahasa Indonesia karena lebih fasih berbahasa Inggris.

Beberapa minggu sesudah kejadian di atas, aku ngobrol dengan beberapa teman, dan mereka bilang bahwa anak-anak sekarang karena sekolah di sekolah Internasional, tidak mau merespon orang bicara dalam bahasa Indonesia karena memang didikannya seperti itu supaya fasih berbahasa Inggris sejak kecil. Terus terang aku kaget, apakah harus seperti itu?

Kemampuan berbahasa asing memang bagus kalau dididik sejak kecil, namun haruskah mengesampingkan etika dan norma kesopanan?

Kita ada di Indonesia, sudah sepatutnya bahasa Indonesia adalah bahasa percakapan yang umum dan wajib dipakai, bukan di Amerika, Inggris, Australia atau Negara manapun yang berbahasa Inggris.

Mengapa bangga dengan anak yang bisa berbahasa Inggris namun tidak sopan dan punya etika yang benar?

Apakah bangga dengan mindset bahasa ‘ibu’ ku terjajah oleh bahasa Inggris? Tidak heran bila generasi kita, Negara kita adalah generasi muda dan Negara yang terjajah di negeri sendiri..bahasa Indonesia terjajah oleh bahasa asing, kultur terjajah juga oleh kultur asing, dll sebagainya.

Lupakah dengan pepatah "dimana bumi dipijak, di situ langit dijunjung"?


Ingat Moms, kita lah yang berperan untuk membina generasi muda berkualitas..jangan sampai kita dikecohkan oleh kebanggaan semu berkedok ‘internasional’ dan melupakan fondasi karakter dan juga keimanan anak-anak kita.

1 komentar:

F.E.T mengatakan...

Lina saya suka dengan artikelnya. Terutama karena saya sedang menunggu kedatangan anak pertama saya :). Jadi artikel2 seperti ini bisa untuk referensi saya dikedepan.

Namun saya ada opini tentang penggunaan bahasa. Ini berdasarkan pengalaman teman saya yang saya lihat sendiri. Anak kecil, terutama 1-5 tahun, terkadang tidak bisa membedakan bahasa. Dulu teman saya S2 diluar negeri dengan saya, jadi otomatis anaknya yang masih balita ikut. Ketika masuk ke daycare, anaknya itu bisa bilang "I want mamam". Jelas guru disana bingung maksudnya apa. Saya juga pernah dijelaskan dengan seorang guru. Kalau kita langsung mengajarkan 2 bahasa, biasanya nanti anaknya tidak bisa menguasai bahasa apapun secara penuh.

Tapi mungkin kalau tinggal di Indonesia, lebih baik diajarkan bahasa Indonesia dulu ya. Mungkin anak temannya mau sekolah di luar negeri jadi hanya bisa bahasa Inggris? Cuma saya mau kasih pendapat soal dual language saja.

Kalau soal tata krama dan etika sepertinya kembali ke orang tua. Saya anak international school. Tapi orang tua saya mendidik saya dengan cukup ketat. Jika saya tidak sopan terhadap orang lain (termasuk orang yang baru saya temui), pasti orang tua saya akan menegur dan saya pun akhirnya tidak berani untuk tidak sopan dan selalu memperhatikan etika sampai sekarang. Semoga saya bisa mengajarkan hal yang sama ke anak saya di kedepannya.

Saya hanya ingin share, kalau anak yang masuk international school belum tentu seperti itu. Orang tua biasanya memilih sekolah ini karena metode pembelajarannya yang berbeda. Itu saya rasakan pada saat saya sekolah di swasta biasa, dan saat saya sekolah di sekolah internasional. Jadi harapan saya, Lina jangan kapok karena melihat teman-temannya. :)